( Indah Qonitah Kls. V.A )
NENEK PERAJUT DAN GADIS KECIL
Seorang gadis kecil berlari di antara rerimbunan pohon bambu. Dia tidak
mengetahui arah untuk kembali ke rumahnya. Dia terus berlari, walau kakinya
sudah tergores rumpun bambu. Darah mengalir dari pergelangan kakinya. Gadis
kecil itu tersandung batu, dia jatuh dan mulai menangis. Lalu terdengar
seseorang mendekatinya.
“Jangan sakiti aku!” kata si gadis kecil sambil bergetar ketakutan.
Ternyata, seorang nenek mengulurkan tangannya untuk membantu si gadis berdiri.
Gadis itu menyambut tangan si nenek dan mulai berdiri.
“Dimana dirimu tinggal, gadis kecil?” tanya nenek itu. “Aku tinggal di
desa seberang. Sekolahku mengadakan kunjungan ke rumah kepala sekolah, tidak
jauh dari hutan ini, tapi aku terpisah dari rombongan saat rombongan akan
kembali ke sekolah.” jawab gadis kecil. “Ikutlah denganku ke rumahku. Aku akan
membuatkanmu teh hangat dan mengobati lukamu.”
Si gadis kecil kembali ketakutan, “Aku tidak mau!” jerit gadis itu dan
mulai menjauh. Nenek itu tidak mengejarnya, hanya berseru, “Ingat, gadis kecil!
Disini banyak binatang buas. Ketika malam, banyak pemburu yang berkeliaran.
Mungkin mereka akan menangkapmu. Ikutlah bersamaku. Aku tidak akan menyakitimu
gadis kecil.” seru sang nenek.
Gadis itu mulai mendekati si Nenek, lalu mengikuti kemanapun si Nenek
melangkah. Langit mulai mendung, saat Nenek itu membuka pintu rumahnya. Gadis
kecil masuk. Rumah nenek itu kecil, tetapi cukup rapi dan menyenangkan. Hanya
ada dua ruangan, kamar tidur dan kamar mandi.
“Duduklah disini. Aku akan ke dapur untuk menyiapkan teh hangat.” nenek
itu menepuk-nepuk sebuah sofa merah marun yang terletak di tengah ruangan, lalu
pergi. Gadis kecil itu duduk di sofa, sambil memainkan jarinya sembari menunggu
si Nenek kembali.Lalu, nenek itu keluar dari balik tirai yang memisahkan antara
ruang tengah dan dapur.
Nenek itu duduk di sebelahnya, menghidangkan cangkir berisi teh untuk si
Gadis Kecil, lalu mengeluarkan alat rajut dari keranjang yang sedari tadi dia
bawa. Gadis Kecil itu meminum tehnya, lalu memandang si Nenek. “Maaf, tadi Anda
bilang ingin mengobati lukaku.”
Lalu nenek itu tersentak, “Oh, ya! Nenek lupa!” lalu dia meletakkan alat
rajutnya dengan hati-hati. Dia berlari ke dalam kamarnya, keluar dengan membawa
sekotak alat pertolongan pertama. Si Nenek membuka kotak itu, mengeluarkan obat
merah dan perban. “Tahan, ya.” kata Nenek itu, meneteskan obat merah ke luka di
pergelangan kaki si Gadis Kecil. Lalu membalut perban ke pergelangan kakinya.
“Malam ini kau bisa tinggal di rumahku. Aku akan menyiapkan tempat tidur
untukmu.” kata si Nenek. “Besok, kau bisa menemaniku pergi ke pasar, untuk
menjual hasil rajutanku,” kata si Nenek.
Gadis Kecil mengulurkan tangannya, “Aku Dorothy. Siapa nama Nenek?”
tanya si Gadis Kecil. “Tapi, jika Nenek memilih memanggilku dengan sebutan ‘Si
Gadis Kecil’, itu juga cukup lumayan.” kata Jane.
“Nama yang indah .... Namaku
Trunchbull.” kata si nenek. “Kau bisa memanggilku Miss Trunch.” katanya.
Si Gadis Kecil mengangguk-angguk. Esoknya, jam 6 pagi, mereka sudah
bersiap untuk pergi ke pasar. Mereka terus berjalan, berjalan, dan terus
berjalan, dan sampai di pasar saat matahari sudah tinggi.
“Nek, bolehkah aku memanggilmu ‘Nenek Perajut’?” tanya si Gadis Kecil.
“Tentu saja. Itu julukan yang tepat!” kata si Nenek. Mereka pulang saat
matahari sudah condong ke Barat. Si Gadis Kecil membantu membersihkan rumah,
memasak, dan menghidangkan makan malam.
“Ayam ini lezat.” komentar Gadis Kecil dengan tulus. Nenek Perajut hanya
tertawa. Esok pagi, pintu rumah si Nenek Perajut diketuk. Si Gadis Kecil
membukanya, lalu terlihatlah Miss Jane, gurunya, yang tersenyum. Di
belakangnya, terlihat teman-temannya.
“Miss Jane!” si Gadis Kecil memeluk Miss Jane. Si Nenek Perajut
tersenyum, si Gadis Kecil memeluknya. “Aku harus pergi.” kata si Gadis Kecil.
Nenek Perajut tersenyum, mengangguk-angguk, lalu melambaikan tangan saat si
Gadis Kecil mulai pergi.
Semenjak itulah, si Gadis Kecil selalu mengunjungi rumah Nenek Perajut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar